Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Hadhrat Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda:
Dalam hadits diatas diterangkan dua syarat bagi kita. Yang pertama kondisi iman, dan kedua mengintrospeksi diri.
Syarat pertama adalah syarat yang utama. Niat seorang yang berpuasa haruslah didasari karena iman. Segenap amal dan perbuatan kita harus semata-mata demi untuk Tuhan. Jika dalam puasa Ramadhan ini Allah mencegah untuk sementara waktu dari makan dan minum – meskipun makanan itu adalah halal penting untuk kesehatan kita maka kitapun karena sematat-mata mengharapkan ridho ilahi kita tinggalkan semua makanan dan minuman tersebut, kita tinggalkan juga Segenap corak kemalasan. Kita akan bersemangat dan bersegera untuk menghiasi ibadah puasa kita dengan ibadah, zikir dan doa. Dan semakin bersemangat dalam beramal.
Tetapi seorang yang berpuasa tidak atas dasar niat iman dia akan berpuasa dengan enggan atau bahkan menolak perintah-perintah Allah karena malas dan karena tak menghiraukan. Tidak peduli dan tidak menganggap penting puasa Ramadhan. Atau ada yang berpuasa tetapi puasanya tersebut didasari karena malu di rumah semua orang berpuasa atau semua temannya berpuasa. Sehingga bisa kita liat bahwa kualitas puasanya hanya untuk menutupi rasa malu saja. Yang akan tampak adalah kemalasan. Kemalasan dalam melaksanakan shalat – shalat wajib ataupun shalat nafal, malas dalam membaca Al-Quran.
Syarat kedua adalah mengintrospeksi diri. Ampunan dosa yang kita dapatkan, atau makbul tidaknya doa yang kita panjatkan sangat berkaitan erat dengan usaha kita dalam mengintropeksi diri. Kita akan mendapatkan hak kita tersebut – yaitu ampunan, tetapi kitapun harus melakukan kewajiban kita. Yaitu mengintropeksi diri untuk perbaikan. Kini dalam puasa-puasa seyogianmya setiap orang senantiasa mengintrospeksi diri. Keburukan- keburukan atau kelemahan apa saja yang masih terdapat daslam diri saya. Dan dari itu keburukan-keburukan apa saja yang dengan mudah saya dapat tinggalkan. Kemudian kebaikan –kebaikan apa saja yang belum saya lakukan dan kebaikan-kebaikan apa saja yang dapat segera saya lakukan.
Jadi jika setiap orang berupaya melaksanakan satu dua kebaikan dan berupaya meninggalkan satu dua keburukan lalu dia tetap teguh dalam melaksanakan itu, maka anggaplah bahwa kita telah mengambil berkat-berkat yang banyak dari berkah-berkah bulan Ramadhan. Kita telah mengambil faedah dari berkat-berkat yang besar.
Jadi sebelum kita mendapatkan janji ampunan tersebut maka itupun harus pula menunaikan segala kewajiban kita. Janganlah menjadi seorang mukmin penuntut karunia tetapi tidak pernah mempersiapkan untuk turunnya karunia tersebut. Karunia Allah bagaikan cahaya mentari yang selalu ada untuk kita. Tetapi yang mendapatkan cahaya tersebut adalah orang-orang yang mau membukakan pintu rumahnya lebar-lebar. Seringkali kita mengharapkan cahaya Allah tetapi kita jarang membukakan tutupan dari wadah penerima cahaya dalam diri kita. Begitu banyak tutupan-tutupan itu. Tutupan dunia, tutupan harta, tutupun ego dll. Tutupan itulah yang harus kita buang supaya terbuka lebar untuk masuknya segala karunia-Nya.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan seraya mengintrospeksi dirinya maka dosa-dosanya akan dimaafkan dosa-dosanya yang telah lalu.”Dalam hadits diatas diterangkan dua syarat bagi kita. Yang pertama kondisi iman, dan kedua mengintrospeksi diri.
Syarat pertama adalah syarat yang utama. Niat seorang yang berpuasa haruslah didasari karena iman. Segenap amal dan perbuatan kita harus semata-mata demi untuk Tuhan. Jika dalam puasa Ramadhan ini Allah mencegah untuk sementara waktu dari makan dan minum – meskipun makanan itu adalah halal penting untuk kesehatan kita maka kitapun karena sematat-mata mengharapkan ridho ilahi kita tinggalkan semua makanan dan minuman tersebut, kita tinggalkan juga Segenap corak kemalasan. Kita akan bersemangat dan bersegera untuk menghiasi ibadah puasa kita dengan ibadah, zikir dan doa. Dan semakin bersemangat dalam beramal.
Tetapi seorang yang berpuasa tidak atas dasar niat iman dia akan berpuasa dengan enggan atau bahkan menolak perintah-perintah Allah karena malas dan karena tak menghiraukan. Tidak peduli dan tidak menganggap penting puasa Ramadhan. Atau ada yang berpuasa tetapi puasanya tersebut didasari karena malu di rumah semua orang berpuasa atau semua temannya berpuasa. Sehingga bisa kita liat bahwa kualitas puasanya hanya untuk menutupi rasa malu saja. Yang akan tampak adalah kemalasan. Kemalasan dalam melaksanakan shalat – shalat wajib ataupun shalat nafal, malas dalam membaca Al-Quran.
Syarat kedua adalah mengintrospeksi diri. Ampunan dosa yang kita dapatkan, atau makbul tidaknya doa yang kita panjatkan sangat berkaitan erat dengan usaha kita dalam mengintropeksi diri. Kita akan mendapatkan hak kita tersebut – yaitu ampunan, tetapi kitapun harus melakukan kewajiban kita. Yaitu mengintropeksi diri untuk perbaikan. Kini dalam puasa-puasa seyogianmya setiap orang senantiasa mengintrospeksi diri. Keburukan- keburukan atau kelemahan apa saja yang masih terdapat daslam diri saya. Dan dari itu keburukan-keburukan apa saja yang dengan mudah saya dapat tinggalkan. Kemudian kebaikan –kebaikan apa saja yang belum saya lakukan dan kebaikan-kebaikan apa saja yang dapat segera saya lakukan.
Jadi jika setiap orang berupaya melaksanakan satu dua kebaikan dan berupaya meninggalkan satu dua keburukan lalu dia tetap teguh dalam melaksanakan itu, maka anggaplah bahwa kita telah mengambil berkat-berkat yang banyak dari berkah-berkah bulan Ramadhan. Kita telah mengambil faedah dari berkat-berkat yang besar.
Jadi sebelum kita mendapatkan janji ampunan tersebut maka itupun harus pula menunaikan segala kewajiban kita. Janganlah menjadi seorang mukmin penuntut karunia tetapi tidak pernah mempersiapkan untuk turunnya karunia tersebut. Karunia Allah bagaikan cahaya mentari yang selalu ada untuk kita. Tetapi yang mendapatkan cahaya tersebut adalah orang-orang yang mau membukakan pintu rumahnya lebar-lebar. Seringkali kita mengharapkan cahaya Allah tetapi kita jarang membukakan tutupan dari wadah penerima cahaya dalam diri kita. Begitu banyak tutupan-tutupan itu. Tutupan dunia, tutupan harta, tutupun ego dll. Tutupan itulah yang harus kita buang supaya terbuka lebar untuk masuknya segala karunia-Nya.
No comments:
Post a Comment